Kecerdasan dasar menurut C.A. Ariyanti (dalam Muhammad Amin, Maswardi
(2013:16) terdiri dari
1. Kecerdasan
Intelektual (intellectual Quotient)
Kecerdasan
intelektual dibangun melalui proses pendidikan. Oleh karena itu, kecerdasan ini
selalu diukur dari tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Pendidikan
tinggi berarti/ IQ nya tinggi, sedangkan pendidikan rendah berarti /IQ nya
rendah. Padahal dalam kehidupan sehari-hari tidak selalu demikian.
Membangun
kecerdasan intelektual saja tidak menjamin individu diterima ditengah-tengah
masyarakat. Individu yang pintar atau genius sekalipun belumlah memiliki
kepribadian utuh (bukan manusia seutuhnya). Manusia yang tidak diimbangi dengan
pembangunan mental spiritual cendrung menjadi manusia zalim (sombong, angkuh,
egois dan sejenisnya).
1. Kecerdasan
Emosional (Emotional Quotient)
Keerdasan
emosiaonal adalah kecerdasan yang melengkapi kecerdasan intelektual (IQ).
Seseorang yang berpendidikan tinggi belu tentu sukses dalam masyarakat,
kesuksesan itu dapat ditentukan pula oleh EQ. EQ adalah kecerdasan Qolbu (hati)
seperti kreatif, inisiatif, induktif, optimis, tangguh dan bertanggung jawab.
Kecerdasan
emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial dibangun melalui proses
pendidikan formal dan dilengkapi dengan pendidikan informal dan non formal.
Bentuk kongkritnya adalah pergaulan dalam lingkungan keluarga dimana
orang-orangnya memberi keteladanan yang berprilaku baik dalam keluarga,
bermoral dan berakhlak mulia, anggota keluarga yang sukses sehingga menumbuhkan
kecerdasan spiritual.
Ketiga
kecerdasan ini lebih banyak dibangun dan dimatangkan dalam pergaulan
sehari-hari dalam organisasi, baik organisasi di sekolah maupun organisasi
dalam masyarakat. Emosi dikendalikan atau dilatih dalam kegiatan diskusi,
seminar, rapat dan sejenisnya, disekolah atau perguruan tinggi. Emosi dapat
juga dicerdaskan melalui kegiatan remaja masjid, organisasi agama/ seperti lembaga
Dakwah Kampus, HMI, KAMMI, pengajian-pengajian, pesantren kilat, dan lain-lain.
2. Kecerdasan
Spiritual (Spiritual Quotient)
Kecerdasan
ini (SQ) juga merupakan kecerdasan hati yang berhubungan dengan penempatan
perilaku atau jalan hidup seseorang di nilai lebih baik dibandingkan dengan
yang lain. Kecerdasan ini adalah “kecerdasan semangat” yang mendorong
kecerdasan-kecerdasan lainnya supaya dapat lebih berfungsi dengan baik.
Kecerdasan
spiritual menekankan pada pembangunan semangat, energisitas individu yang
tumbuh dari pengalaman bergaul dengan orang-orang yang sukses dalam berbagai
bidang pekerjaan. Oleh sebab itu, bila ingin menjadi orang yang unggul atau
sukses kuncinya adalah:
a. Bergaul
dengan orang-orang yang sukses seperti ekonom yang sukses, dai’ yang beken akan
atau diminati masyarakat, politisi unggul, pengacara unggul.
b. Memasuki
lingkungan orang-orang baik, orang-orang taat beribadah dan orang-orang yang
peduli untuk memberi nasehat.
c. Bergaul
dengan orang-orang pintar.
3. Kecerdasan
Sosial (Sosial Quotient)
Kecerdasan
sosial menekankan pada kepedulian terhadap lingkungan sekitar yang memerlukan
bantuan orang lain. Individu yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi sangat
peduli dengan tetangga atau lingkungan yang perlu bantuan, gotong royong dipenuhi,
dan penyuluh kepada masyarakat tanpa pamrih. Kecerdasan ini adalah kecerdasan
yang berhubungan dengan kehidupan dalam masyarakat. Kecerdasan sosial (SQ)
adalah penentu bagi seseorang untuk diterima dalam masyarakat.
Kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual belum cukup tanpa
dilengkapi dengan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial mengandung arti cerdas
terhadap lingkungan, kepedulian terhadap lingkungan sangat penting. Hanya
orang-orang yang peduli terhadap lingkungan yang dapat diterima masyarakat.
Contoh, peduli terhadap lingkungan sekitar yang terkena musibah, tetangga yang
kurang mampu dibantu, partisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial dengan
menampilkan kecerdasan perilaku sosial.
4. Kecerdasan Skill (Skill Qoutient)
Kecerdasan
ini yang mendorong munculnya kecerdasan IQ, EQ, SQ, yaitu kecerdasan
mengaplikasikan kecerdasan-kecerdasan intelektual dan kecerdasan hati.
Karakter/ budi pekerti/ akhlak mulia yang dilahirkan dari kecerdasan-kecerdasan
tersebut tampak pada perilaku percaya diri, ramah, santun, tata kerama, dan
simpatik.
Percaya
diri adalah karakter/ budi pekerti berhubungan dengan keyakinan bahwa individu
yang bersangkutan mampu berbuat sesuatu, menggali dan menemukan sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Ramah
adalah karakter/ budi pekerti yang menampilkan perilaku positif, memandang
orang lain adalah sama disisi Allah Al-Khaliq yang menciptakan manusia, tinggi
rendahnya derajat seseorang disisi Allah adalah pada iman dan taqwanya.
Santun
adalah karakter/ budi pekerti tidak sombong dan tidak angkuh, santun kepada
orang tua, guru, pimpinan, orang yang lebih tua, dan anggota keluarga yang
patut dituakan. Santun yang mengandung arti rendah hati bukan berarti rendah
diri, rendah diri justru selalu dilecehkan dan diremehkan orang lain.
Tata
kerama adalah karakter/ budi pekerti kepribadian seseorang yang selalu
menyenangkan orang lain dalam bergaul. Contohnya dalam keseharian menerima tamu
di rumah. Tata kerama erat kaitannya dengan perilaku santun dan ramah.
Rasa
simpatik adalah karakter/ budi pekerti yang berhubungan dengan menimbulkan rasa
senang orang lain kepada seseorang, teman sejawat selalu menginginkan
kehadirannya, bila ia tidak hadir suasana pertemuan menjadi kaku, tidak hidup.
Sebaliknya dengan kehadirannya suasana hidup , harmonis dan ceria, sadar
lingkungan serta sadar hukum digagas dan yang sejenisnya.
Kecerdasan
merubah tantangan menjadi peluang dicirikan dari perilaku yang tangguh, pantang
putus asa, tanggap terhadap perkembangan dan perubahan dalam lingkungan yang
menantang. Individu yang memiliki kecerdasan ini memiliki kemampuan memecahkan
masalah karena sudah terlatih menghadapi berbagai masalah.
Kecerdasan
emosionalm, spiritual dan kecerdasan sosial merupakan kecerdasan hati (qolbu).
Dalam kondisi menghadapi era globalisasi sekarang ini yang bermuatan pengaruh
positif dan negatif yang kuat, pendidikan karakter/ budi pekerti menyentuh pada
hati (qolbu) dan dari qobu melahirkan sesuatu. Hati yang bebas dari virus dan bakteri
yang kotor akan melahirkan perilaku yang berakhlak mulia. Sebaliknya, hati yang
kotor akan melahirkan perilaku yang tidak berakhlak seperti sombong, suka
mencari kesalahan orang lain, mencela orang lain, berbuat tidak baik, tidak
hormat, luntur kecintaan terhadap tanah air, arogan, pemarah, tingkat
kecemburuan sosial tinggi, rendahnya solidaritas, dan lain-lain.
Terima kasih artikelnya
ReplyDeletesama2 om, semoga bermanfaat dan memiliki hari ceria
ReplyDeleteMantap... Terimakasih sudah menambah wawasan kami pak
ReplyDeletesama-sama pak😁😁😁
DeleteThanks slur
ReplyDelete